BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan disiplin ilmu
yang mempunyai sifat yang khas kalau dibandingkan dengan disiplin lain. Oleh
karena itu kegiatan belajar dan mengajar matematika seyogianya juga tidak
disamakan begitu saja dengan ilmu lain, karena kemampuan peserta didik berbeda
– beda, maka kegiatan belajar dan mengajar haruslah diatur sekaligus
memperhatikan kemampuan peserta didik.
Pada umumnya proses belajar -
mengajar matematika berkenaan dengan perubahan tingkah laku seseorang
dipelajari melalui psikologi, sehingga diterapkanlah teori – teori psikologi
yang berkaitan dengan proses belajar – mengajar matematika.
Teori perkembangan kognitif Piaget
banyak mempengaruhi dunia pendidikan, terutama pendidikan kognitif pada masa
anak – anak sampai remaja. Dengan melihat persoalan ini, maka penulis mencoba
mengkaji suatu teori belajar yang dituangkan dalam makalah yang berjudul
“Penerapan Teori Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka penulis merumuskan masalah dari makalah ini “ Bagaimana Penerapan Teori
Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika.”
C. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah, maka
batasan masalah dari makalah ini adalah Penerapan Teori Piaget berdasarkan
perkembangan intelektual Dalam Pengajaran Matematika”.
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
untuk menambah wawasan penulis dan mahasiswa sebagai calon guru pada masa yang
akan datang agar memahami penerapan teori belajar Piaget dalam pengajaran
matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar
Dalam suatu proses pembelajaran
terjadi kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang
telah dirumuskan, yang mana harus dilakukan dengan sistematis melalui tahap
rancangan pelaksanaan dan evaluasi.
Hudojo (1988:1) menyatakan bahwa
“belajar adalah usaha seseorang dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan
baru sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku.
Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang relative
menetap sebagai hasil dari latihan atau pengalaman(dalam Karso,dkk, 1993:211).
Dalam pendidikan di sekolah kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling
mendasar.
Slameto (2003:2) menyatakan bahwa belajar ialah “suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungan
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan tingkah laku seseorang yang didapat melalui interaksi dengan
lingkungannya. .
B. Pengertian Pengajaran Matematika
Pengajaran (dalam Prof. Dr. S. Nasution, 1999:102) adalah
proses interaktif yang berlangsung antara guru dengan siswa atau juga antara
sekelompok siswa, dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan.
Jhonson
dan Rising (Ruseffendi, 1995:28) mengatakan bahwa matematika adalah pola
berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logika.
Menurut
Piaget (dalam Dr.Paul Suparno, 2001:49) metode pengajaran matematika dalam
bentuk ceramah memang baik bagi orang yang sudah dewasa tetapi banyak
menyebabkan hambatan bagi murid yang masih dalam tingkat pengajaran yang masih
rendah. . Kemudian Piaget menekankan hal pokok dalam pengajaran matematika pada
murid bahwa Pengajaran matematika tidak
boleh melalaikan peran kegiatan – kegiatan, khususnya pada anak–anak yang masih
kecil. Pengalaman fisis dan pengalaman matematis-logis sangat penting dalam
mengembangkan pengetahuan, baik fisis maupun matematis.
Contoh:
Andi yang berumur 4 tahun berada di sebuah taman dan mulai menyusun kelereng
dalam garis lurus. Ia menghitung dari kiri ke kanan satu sampai sepuluh. Ia
menghitung dari kanan ke kiri dengan hasil yang sama. Selanjutnya, ia
meletakkan kelereng-kelereng itu dalam suatu lingkaran dan menghitungnya lagi
dengan hasil yang sama juga. Dalam susunan bagaimana pun akhirnya ia menjadi
sungguh yakin bahwa jumlahnya sama dan tidak tergantung pada susunan atau
bentuk.
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran matematika adalah hubungan
interaksi dan proses belajar dan mengajar yang berhubungan dengan penalaran
deduktif, masalah-masalah, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dalil-dalil,
antara pendidik dan peserta didik.
C. Teori Piaget
Jean Piaget adalah salah seorang psikolog terkenal yang banyak
mempengaruhi perkembangan dunia pendidikan. Selama penelitian Piaget semakin
yakin akan adanya perbedaan antara proses pemikiran anak dan orang dewasa. Ia
yakin bahwa anak bukan merupakan suatu tiruan dari orang dewasa. Anak bukan
hanya berpikir kurang efisien dari orang dewasa, melainkan berpikir secara
berbeda dengan orang dewasa. Itulah sebabnya mengapa Piaget yakin bahwa ada
tahap perkembangan kognitif yang berbeda dari anak sampai menjadi dewasa.
Tahap perkembangan kognitif menurut
Piaget (Paul. S, 2001:24) dibagi menjadi 4 tahap antara lain:
1.
Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)
Pada tahap sensorimotor, anak mengenal lingkungan dengan
kemampuan sensorik yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan.
Karakteristik tahap ini merupakan gerakan – gerakan akibat suatu reaksi
langsung dari rangsangan. Anak mengatur alamnya dengan indera(sensori) dan
tindakan-tindakannya(motor), anak belum mempunyai kesadaran – kesadaran adanya
konsepsi yang tetap.
Contohnya: Diatas ranjang seorang bayi diletakkan mainan
yang akan berbunyi bila talinya dipegang. Suatu saat, ia main-main dan menarik
tali itu. Ia mendengar bunyi yang bagus dan ia senang. Maka ia akan mencoba
menarik-narik tali itu agar muncul bunyi menarik yang sama.
2.
Tahap persiapan operasional (2 – 7 tahun)
Operasi adalah suatu proses berpikir logis, dan merupakan
aktifitas mental bukan aktifitas sensorimotor. Pada tahap ini anak belum mampu
melaksanakan operasi – operasi mental. Unsur yang menonjol dalam tahap ini
adalah mulai digunakannya bahasa simbolis, yang berupa gambaran dan bahasa
ucapan. Dengan menggunakan bahasa, inteligensi anak semakin maju dan memacu
perkembangan pemikiran anak karena ia sudah dapat menggambarkan sesuatu dengan
bentuk yang lain.
Contohnya: anak bermain pasar-pasaran dengan uang dari daun.
Kemudian dalam penggunaan bahasa , anak menirukan apa saja yang baru ia dengar.
Ia menirukan orang lain tanpa sadar. Hal ini dibuat untuk kesenangannya
sendiri. Tampaknya ada unsur latihan disini, yaitu suatu pengulangan untuk
semakin memperlancar kemampuan berbicara meskipun tanpa disadari.
3. Tahap operasi
konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dinyatakan dengan perkembangan system
pemikiran yang didasarkan pada peristiwa – peristiwa yang langsung dialami.
Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang – barang yang konkret, belum
bersifat abstrak maupun hipotesis.
Misalnya suatu gelas diisi air. Selanjutnya dimasukkan uang
logam sehingga permukaan air naik. Anak pada tahap operasi konkreat dapat
mengetahui bahwa volume air tetap sama. Pada tahap sebelumnya, anak masih
mengira bahwa volume air setelah dimasukkan logam menjadi bertambah. A B
Gambar. 1
4.
Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan
kognitif secara kualitas. Pada tahap ini anak mampu bernalar tanpa harus
berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung.
Menurut Piaget (Paul Suparno, 2001:104)
paling sedikit ada empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif
anak, yaitu:
1.
Perkembangan organik dan kematangan system saraf.
Unsur biologis cukup jelas mempunyai pengaruh dalam
perkembangan inteligensi seseorang. Kematangan fisik seseorang juga mempunyai
pengaruh pada perkembangan inteligensinya. Misalnya: Pada saat anak belum dapat
berjalan, sehingga anak tersebut akan sulit dan terbatas dalam berkontak dengan
alamsekitar. Sehingga pemikirannya dan skema yang ia miliki belum banyak
berkembang.
2.
Peran latihan dan pengalaman
Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya,
serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan
pemikiran atau inteligensinya. Seorang anak yang sudah mulai dapat berpikir
deduktif dan abstrak perlu mengembangkan diri dengan pengalaman – pengalaman dalam
menggunakan pemikirannya. Piaget membedakan dua macam pengalaman, yaitu:
a.
Pengalaman fisis, terdiri dari tindakan atau aksi
seseorang terhadap objek yang dihadapi untuk mengabstraksi sifat –
sifatnya.contohnya: pengalaman melihat dan mengamati anjing akan membantu
mengabstraksi sifat – sifat anjing yang pada tahap selanjutnya membantu
pemikiran orang itu tentang anjing.
b.
Pengalaman matematis-logis, terdiri dari tindakan
terhadap objek untuk mempelajari akibat tindakan – tindakan terhadap objek itu.
Contohnya: pengalaman menjumlahkan atau mengurangkan benda akan membantu
pemikiran anak akan operasi benda itu.
3.
Interaksi sosial dan transmisi.
Dengan interaksi ini, seorang anak dapat membandingkan
pemikiran dan pengetahuan yang telah dibentuknya dengan pemikiran dan
pengetahuan orang lain. Ia tertantang untuk semakin memperkembangkan pemikiran
dan pengetahuannya sendiri. Dalam interaksi sosial dan transmisi, pengetahuan
itu datang dari orang lain baik itu dari orangtuanya maupun masyarakat
sekitarnya. Namun, menurut Piaget meskipun interaksi sosial itu sangat penting dalam
pengembangan pemikiran seseorang, tindakan interaksi sosial itu tidaklah
efektif bila tidak ada tindakan aktif dari anak sendiri. Pemikiran dan
pengetahuan anak kurang berkembang pesat apabila anak itu sendiri tidak secara
aktif mengolah, mencerna, dan mengambil makna.
4.
Ekuilibrasi (kesetimbangan).
Ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali
kesetimbangan selama periode ketidaksetimbangan melalui asimilasi dan
akomodasi. . Ekuilibrasi ini sering juga disebut dengan motivasi dasar
seseorang yang memungkinnya selalu berusaha memperkembangkan pemikiran dan
pengetahuannya.
Menurut Piaget (Hudojo, 1979:82), struktur kognitif
terbentuk karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
menyaring atau mendapatkan pengalaman – pengalaman baru ke dalam skema.
Misalnya seorang anak
mempunyai konsep mengenai “lembu”. Dalam pemikiran anak itu, ada skema “lembu”.
Mungkin skema anak itu menyatakan bahwa lembu itu binatang yang berkaki empat.
Berwarna putih dan makan rumput.
Dimana pengertian Skema yaitu struktur mental
seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungannya.
Misalnya Skema yang terjadi pada anak tersebut pertama kali
melihat lembu tetangganya yang memang berwarna putih, berkaki empat, dan makan
rumput. Suatu saat, anak itu bertemu dengan dengan bermacam-macam lembu yang
lain, yang warnanya lain, dan tidak sedang makan rumput, tetapi sedang menarik
gerobak. Berhadapan dengan pengalaman yang lain tersebut, anak memperkembangkan
skema awalnya. Skemanya menjadi: lembu itu binatang berkaki empat, ada berwarna
putih atau kelabu, makanannya rumput dan dapat menarik gerobak. Jelas bahwa
skema lembu anak itu menjadi bertambah lengkap. Skema awalnya tidak hanya tetap
dipakai, tetapi juga dikembangakan dan dilengkapi.
Akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali pengalaman
–pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada atau bahkan
membentuk pengalaman yang benar – benar baru.
Contohnya: seorang siswa telah memahami bahwa himpunan
bilangan itu tetap saja sama, walaupun urutannya diubah. Kemudian siswa
tersebut mengalami pengalaman baru tentang adanya bilangan kardinal dan
ordinal, bulat dan pecahan. Walaupun ada tambah pengetahuan baru, struktur
kognitifnya tetap yang ada tetap saja ada dan tidak berubah, artinya bahwa
sifat bilangan itu tetap sama walaupun pengaturannya diubah. Dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2
D. Penerapan Teori
Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika
Penerapan dari empat tahap
perkembangan intelektual anak yang dikemukakan oleh Piaget, adalah sebagai
berikut:
1.
Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Untuk mengembangkan kemampuan matematika anak di tahap ini,
kemampuan anak mungkin ditingkatkan jika dia cukup diperbolehkan untuk
bertindak terhadap lingkungan. Anak – anak pada tahap sensorimotor memiliki
beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung. Misalnya: Orang tua
dapat membantu anak- anak mereka menghitung dengan jari, mainan dan permen.
Sehingga anak dapat menghitung benda yang dia miliki dan mengingat apabila ada
benda yang ia punya hilang.
2.
Tahap persiapan operasional ( 2 -7 tahun)
Piaget membagi perkembangan kognitif tahap persiapan
operasional dalam dua bagian:
a.
Umur 2 – 4 tahun
Pada umur 2 tahun, seorang anak mulai dapat menggunakan
symbol atau tanda untuk mempresentasikan suatu benda yang tidak tampak
dihadapannya. Penggunaan symbol itu tampak dalam 4 gejala berikut:
1)
Imitasi tidak langsung
Menurut Wadsworth (dalam Paul Suparno, 2001:51), Anak
mulai dapat menggambarkan suatu hal yang sebelumnya dapat dilihat, yang
sekarang sudah tidak ada. Dengan kata lain, ia mulai dapat membuat imitasi yang
tidak langsung dari bendanya sendiri.
Contohnya: Bola
sesungguhnya dalam bentuk bola plastik.
2)
Permainan simbolis
Dalam permainan simbolis, seringkali terlihat bahwa
seorang anak berbicara sendirian dengan mainannya. Misalnya: Jika si anak merasa
senang dengan bola, maka ia akan bermain bola – bolaan. Menurut Piaget, permainan
tersebut merupakan ungkapan diri anak dalam menghadapi masalah, suasana hati,
ketakutan dan lain – lain
3)
Menggambar
Menggambar pada tahap pra operasional merupakan jembatan
antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur permainan simbolisnya
terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Unsur
gambaran mentalnya terletak pada usaha anak untuk mulai meniru sesuatu yang
real.
4)
Gambaran mental
Gambaran mental adalah penggambaran
secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Pada tahap ini, anak
masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam menggambarkan kembali gerakan
atau transformasi yang ia amati. Contoh: deretan 5 kelereng berwarna coklat dan
hitam sebagai berikut:
Gambar.3
Dari gambar tersebut anak masih beranggapan bahwa
kelereng coklat lebih banyak daripada kelereng hitam karena jarak kelereng
coklat lebih besar daripada kelereng hitam. Apabila jarak kelereng hitam dan
coklat disamakan maka anak mengatakan bahwa jumlah kelereng sama.
b.
Umur 4 – 7 tahun (pemikiran intuitif)
Pada umur 4 – 7 tahun, pemikiran anak semakin
berkembang pesat. Tetapi perkembangan itu belum penuh karena anak masih
mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran atau
penalaran yang tidak logis. Contoh: Terdapat 20 kelereng, 16 berwarna merah dan
4 putih diperlihatkan kepada seorang anak dengan pertanyaan berikut: “Manakah
yang lebih banyak kelereng merah ataukah kelereng-kelereng itu?”
A usia 5 tahun menjawab: “lebih banyak kelereng merah.”
B usia 7 tahun menjawab: “Kelereng kelereng lebih
banyak daripada kelereng yang berwarna merah.” Tampak bahwa A tidak mengerti
pertanyaan yang diajukan, sedangkan B mampu menghimpun kelereng merah dan putih
menjadi suatu himpunan kelereng atau dapat disimpulkan bahwa anak masih sulit
untuk menggabungkan pemikiran keseluruhan dengan pemikiran bagiannya. Contoh
lain, seorang anak dihadapkan dengan pertanyaan: “Manakah yang lebih berat 1 Kg
kapas atau 1 Kg besi?”. Anak tersebut pasti menjawab 1 Kg besi tanpa berpikir
terlebih dahulu.
3.
Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan system
pemikiran yang didasarkan pada aturan – aturan tertentu yang logis. Tahap
operasi konkret ditandai dengan adanya system operasi berdasarkan apa- apa yang
kelihatan nyata/konkret. Anak masih mempunyai kesulitan untuk menyelesaikan
persoalan yang mempunyai banyak variabel. ya. Misalnya, bila suatu benda A
dikembangkan dengan cara tertentu menjadi benda B, dapat juga dibuat bahwa
benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A. Dalam matematika, diterapkan
dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-), urutan (<), dan persamaan
(=).
Contohnya, 5 + 3 = 8
dan 8 – 3 = 5
Pada umur 8 tahun, anak sudah memahami konsep
penjumlahanyang sterusnya berlanjut pada perkalian. Misalnya guru memberikan
soal kepada siswa mengenai perkalian.
Guru: “Berapa 8 × 4, Dony?”
Dony: “ 32 Pak!”
Pada umur 9 tahun, penalaran anak masih cenderung tidak
dapat menghubungkan suatu rangkaian atau gagasan yang terpisah dalam suatu
keseluruhan yang masih kurang jelas.
Contohnya dalam menyelesaikan persoalan berikut:
Rambut Tina (T) kurang gelap daripada rambut Sinta (S).
Rambut Tina (Ts) lebih gelap daripada rambut Lily (L).
Rambut siapa yang lebih gelap?
4.
Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak bila
dihadapkan kepada suatu masalah dan ia dapat mengisolasi untuk sampai kepada
penyelesaian masalah tersebut. Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan
tempat tidak hanya terikat pada hal yang sudah dialami.
Contoh: Seorang anak mengamati topi
ayahnya yang berbentuk kerucut. Ia ingin mengetahui volum dari topi ayahnya
tersebut. Lalu ia mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi kerucut 30 cm
dengan jari – jari 21 cm.
t
Gambar.4
Untuk menyelesaikan persoalan
tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu memberikan konsep kepada siswa
mengenai bangun ruang(volum limas).
Volum limas = ⅓(luas alas)(tinggi
limas)
= ⅓ × ะป × r² × t²
= ⅓ × 3,14 × 7² cm² × 3 cm
= 154 cm³
Piaget tersebut dapat diimplementasikan pada proses
pembelajaran disekolah sesuai dengan teori perkembangannya itu sendiri.
Implementasi pada pembelajaran matematika yang akan diterakan berikut hanya
merupakan bentuk sebagian saja sebagai contoh yang cocok untuk pengetahuan dan
pengembangan terhadap materi pembelajaran itu sendiri. Tentu yang terpenting
adalah kesesuaian dengan pemilihan model, pendekatan serta metode dalam
pembelajaran terhadap materi ajar.
Berikut contoh pembelajaran berdasar pada teori Piaget
sesuai tahap perkembangan kognitif anak usia sekolah;
Pokok
Bahasan : Bangun
Ruang.
Sub Pokoh Bahasan
: 1. Kubus.
- Balok.
- Tabung.
- Prisma.
- Limas.
- Kerucut.
- Bola.
Pembelajaran di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK).
-
Anak-anak baru hanya diperkenalkan dengan bentuk
-
Pembahasan hanya terbatas pada sub pokok bahasan yang terlihat kontekstual
-
Materi kubus cukup pada bentuknya, contoh aplikasi sekitar, serta warna jika
ada.
-
Demikian untuk balok, bola dan yang lainnya dengan konsekuensi siswa mengetahui
nama dan bentuknya saja.
Penjelasan;
Anak usia Taman Kanak-Kanak masuk kategori pra operasional
pada perkembangan teori Piaget. Jadi anak-anak hanya mampu melihat gambar dan
tidak berbentuk penalaran atas pengalamannya sendiri.
Pembelajaran ditingkat Sekolah Dasar (SD).
-
Anak sudah mulai di perkenalkan dengan pendalaman bentuk bangun yang dia ketahui
tersebut.
-
Pengelompokan bangun juga mulai hanya diperkenalkan, bahwa kubus, balok dan
yang lainnya termasuk bangun ruang.
-
Anak-anak juga berkontekstual dengan bangun-bangun tersebut sehingga ada
pemahamannya tentang apa-apa saja yang terdapat pada bangun itu. Seperti kubus,
tentu memiliki panjang, lebar dan juga tinggi.
-
Keterhubungan unsur yang dimiliki belum dijelaskan
-
Melanjutkan pembelajaran dikelas-kelas berikutnya sampai pada operasi-operasi
sederhana yang terdapat pada bangun itu.
Penjelasan;
Sesuai kurikulum pembelajaran tematik bangun ruang ini baru
diperkenalkan dikelas II SD, itu artinya pembelajaran-pembelajaran sebelumnya
tentu masih mengacu pada pra operasional. Dan pada pembelajaran selanjutnya di SD
ini sudah memasuki tahap Operasi Kongkret sesuai teori perkembangan kognitif
Piaget.
Pembelajaran ditingkat Sekolah Menengah (SMP dan SMU).
-
Anak diajarkan mengetahui bentuk, struktur, dan isi dari bangun-bangun ruang
yang ada.
-
Tiap-tiap bangun ruang itu anak-anak diminta mengetahui cara menghitung luas
sisi, volume serta bentuk permukaan dengan mengetahui bukaan dari bangun
tersebut.
-
Aplikasi dengan dunia nyata juga penting dilakukan sebanagi aplikasi materi
yang diajarkan.
-
Khusus dijenjang SMU hanya diperdalam dengan mengkaji unsur-unsur yang terdapat
pada bangun ruang, disamping mengulangnya kembali pembelajaran itu.
-
Pembelajaran di SMU sudah sampai pada tingkat penalaran oleh pengalaman
sendiri.
Penjelasan;
Materi bangun ruang di SMP diajarkan dikelas VII semester
2, itu artinya erat dengan keterstrukturan materi sebelumnya yang menjadi
pendukung dalam pembelajaran materi ini. Anak diusia ini sudah masuk pada
tingkat operasi formal, sesuai tingkat perkembangan kognitif Piaget.
Pembelajaran di Perguruan Tinggi.
- Di
perguruan tinggi bangun ruang sudah lebih didalami dalam satu mata kuliah
geometri
-
Pendalamannya lebih dikaji lagi dalam teori Van Hiele.
Penjelasan;
Materi ini siswa/mahasiswa sudah mengandalkan tahap
deduktif, induktif, hipotesis dan logis. Tetapi tahap perkembangannya tetap
berada pada operasi formal sesuai tingkat kognitif Piaget.
BAB
III
KESIMPULAN
1. Guru
sebagai seorang pendidik bukan hanya mengetahui teori – teori belajar, Tetapi
harus mengetahui tahap – tahap perkembangan anak didik sehingga dapat membantu
anak didik secara lebih tepat.
2. Tahap
perkembangan intelektual anak dibagi dalam 4 tahap yaitu:
- Tahap Sensorimotor (0 – 2 tahun)
- Tahap Persiapan Operasional (2 – 7 tahun)
- Tahpa Operasi Konkret (7 – 11 tahun)
- Tahap Operasi Formal (11 tahun keatas)
3. Unsur
penting dalam perkembangan kognitif yaitu:
a.
Perkembangan organic dan kematangan system seraf
b.
Peran latihan dan pengalaman
c.
Interaksi sosial dan transmisi
d.
Ekuilibrasi (keseimbangan)
DAFTAR PUSTAKA
Dkk, Karso. 1993. Dasar
– Dasar Pendidikan MIPA. Jakarta:
Depdikbup
Hudojo, Herman. 1979. Pengembangan
Kurikulum Matematika dan Pelaksanaanya di depan kelas, Surabaya : Usaha Nasional
Hudojo, Herman. 1988. Mengajar
Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud
Nasution. 1999. Kurikulum
Dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Ruseffendi. 1995. Pendidikan
Matematika . Jakarta : Depdikbud
Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta.
Suparno, Paul,Dr. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Yogyakarta: Kanisius.
LAMPIRAN
Berita
Acara
Seminar Pendidikan Matematika
Hari/Tanggal :
Kamis/29 April 2010
Judul :
Penerapan Teori Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika
Penyaji :
Margaretha Malau
Moderator :
Rick Hunter Simanungkalit
Notulis :
Dores Martogi Batubara
Section I
1. Edward Parhusip
Dari
penjelasan pada halaman 4, jelaskan hubungan interaksi dan proses belajar dan mengajar yang berhubungan dengan
penalaran deduktif, masalah-masalah!
Jawab:
Maksud dari penjelasan tersebut adalah
penjelasan dari keseluruhan yang sudah diutarakan. Dan dari contoh dapat kita
lihat bahwa si anak melakukan suatu hubungan interaksi antara si anak dengan
benda yang ada disekitarnya. Untuk penalaran deduktif, si anak tersebut
melakukan suatu percobaan dengan membuat beberapa susunan kelereng yang
bagaimana pun jumlahnya tetap sama. Sehingga masalah yang ia temukan selama
interaksinya dengan lingkungan dapt ia selesaikan sendiri sesuai dengan tahap
kognitif yang ia punya.
2. Zeqluin Sihotang
Mengapa
tahap perkembangan kognitif tersebut tidak dibuat selama kandungan?
Jawab:
Karena
Jean Piaget memang hanya melakukan penelitian dimulai dari tahap sensorimotor (
umur 0 – 2 tahun).
3. Novian Silitonga
Apa hubungan antara Perkembangan Organik dan
Kematangan Syaraf ?
Jawab:
Jelas
sangat berhubungan atau dengan kata lain sangat berkaitan antara perkembangan
organic dengan kematangan syaraf. Kematangan fisik seseorang mempunyai pengaruh
pada perkembangan inteligensinya. Misalnya pada saat anak belum berkembang
anggota tubuhnya(tangan/kaki), anak itu akan sangat sulit untuk mengembangkan
tindakan sensorimotor. Namun setelah ia dapat berjalan, pemikirannya akan lebih
berkembang karena mendapatkan rangsangan dari lingkungan yang memungkinkan
membuat asimilasi atau akomodasi terhadap skema pemikirannya semula.
Section II
1. Novalina Tarigan
Bagaimana penerapan
dalam pengurutan dalam contoh yang anda buat dengan pernyataan bila suatu benda
A dikembangkan menjadi benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A?
Jawab:
Pada contoh 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5
Operasi ini selalu
mengandung sifat kekalan (konservasi) dan berkaitan dengan system operasi yang
lebih menyeluruh. Pada masalah konkreat, benda tidak ada yang sama.
Contoh pengurutan:
1 < 1 + 1 < 1
+ 1 + 1 < 1 + 1 + 1 + 1 < 1 + 1 …
1 < 2
< 3 < 4 <
…
Dimana kita
misalkan 1 : A
2 : B
3 : C
4 : D
Sehingga : A < B < C < D
Dan dapat
dikembalikan bentuknya menjadi D > C > B > A
2. Sanoven Sitinjak
Bagaimana
calon guru nanti dalam pembelajaran terhadap anak yang masih dalam tahap operasi sensori motor dan tahap
persiapan operasional?
Jawab:
Pada tahap
sensorimotor memang belum merasakan pembelajaran dari seorang guru seperti yang
ada pada sekolah-sekolah. Namun yang menjadi Guru si anak pada tahap ini adalah
Orang Tua dan lingkungan sekitar anak tersebut bahkan dia sendiri menjadi guru
dalam dirinya akibat dari pengalaman yang ia lihat dan ingat.
Pada tahap persiapan
operasional kan sudah duduk di bangku Taman Kanak-kanak yang biasanya belajar
sambil bermain, jadi guru pada tahap ini pun mulai memberikan informasi atau
pengetahuan yang dapat dicerna oleh si anak tersebut.