Minggu, 01 Juli 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat yang khas kalau dibandingkan dengan disiplin lain. Oleh karena itu kegiatan belajar dan mengajar matematika seyogianya juga tidak disamakan begitu saja dengan ilmu lain, karena kemampuan peserta didik berbeda – beda, maka kegiatan belajar dan mengajar haruslah diatur sekaligus memperhatikan kemampuan peserta didik.
            Pada umumnya proses belajar - mengajar matematika berkenaan dengan perubahan tingkah laku seseorang dipelajari melalui psikologi, sehingga diterapkanlah teori – teori psikologi yang berkaitan dengan proses belajar – mengajar matematika.
           Teori perkembangan kognitif Piaget banyak mempengaruhi dunia pendidikan, terutama pendidikan kognitif pada masa anak – anak sampai remaja. Dengan melihat persoalan ini, maka penulis mencoba mengkaji suatu teori belajar yang dituangkan dalam makalah yang berjudul “Penerapan Teori Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika”.
B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah dari makalah ini “ Bagaimana Penerapan Teori Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika.”

C. Batasan Masalah
            Berdasarkan rumusan masalah, maka batasan masalah dari makalah ini adalah Penerapan Teori Piaget berdasarkan perkembangan intelektual Dalam Pengajaran Matematika”.

D. Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk menambah wawasan penulis dan mahasiswa sebagai calon guru pada masa yang akan datang agar memahami penerapan teori belajar Piaget dalam pengajaran matematika.














BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian  Belajar
            Dalam suatu proses pembelajaran terjadi kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, yang mana harus dilakukan dengan sistematis melalui tahap rancangan pelaksanaan dan evaluasi.
            Hudojo (1988:1) menyatakan bahwa “belajar adalah usaha seseorang dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku.
Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai hasil dari latihan atau pengalaman(dalam Karso,dkk, 1993:211). Dalam pendidikan di sekolah kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling mendasar.
Slameto (2003:2) menyatakan bahwa belajar ialah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan
 Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan tingkah laku seseorang yang didapat melalui interaksi dengan lingkungannya.    .




B. Pengertian Pengajaran Matematika
Pengajaran (dalam Prof. Dr. S. Nasution, 1999:102) adalah proses interaktif yang berlangsung antara guru dengan siswa atau juga antara sekelompok siswa, dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan.
Jhonson dan Rising (Ruseffendi, 1995:28) mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logika.
Menurut Piaget (dalam Dr.Paul Suparno, 2001:49) metode pengajaran matematika dalam bentuk ceramah memang baik bagi orang yang sudah dewasa tetapi banyak menyebabkan hambatan bagi murid yang masih dalam tingkat pengajaran yang masih rendah. . Kemudian Piaget menekankan hal pokok dalam pengajaran matematika pada murid  bahwa Pengajaran matematika tidak boleh melalaikan peran kegiatan – kegiatan, khususnya pada anak–anak yang masih kecil. Pengalaman fisis dan pengalaman matematis-logis sangat penting dalam mengembangkan pengetahuan, baik fisis maupun matematis.
Contoh: Andi yang berumur 4 tahun berada di sebuah taman dan mulai menyusun kelereng dalam garis lurus. Ia menghitung dari kiri ke kanan satu sampai sepuluh. Ia menghitung dari kanan ke kiri dengan hasil yang sama. Selanjutnya, ia meletakkan kelereng-kelereng itu dalam suatu lingkaran dan menghitungnya lagi dengan hasil yang sama juga. Dalam susunan bagaimana pun akhirnya ia menjadi sungguh yakin bahwa jumlahnya sama dan tidak tergantung pada susunan atau bentuk.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran matematika adalah hubungan interaksi dan proses belajar dan mengajar yang berhubungan dengan penalaran deduktif, masalah-masalah, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dalil-dalil, antara pendidik dan peserta didik.  

C. Teori Piaget
            Jean Piaget adalah salah seorang psikolog terkenal yang banyak mempengaruhi perkembangan dunia pendidikan. Selama penelitian Piaget semakin yakin akan adanya perbedaan antara proses pemikiran anak dan orang dewasa. Ia yakin bahwa anak bukan merupakan suatu tiruan dari orang dewasa. Anak bukan hanya berpikir kurang efisien dari orang dewasa, melainkan berpikir secara berbeda dengan orang dewasa. Itulah sebabnya mengapa Piaget yakin bahwa ada tahap perkembangan kognitif yang berbeda dari anak sampai menjadi dewasa.
           Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget (Paul. S, 2001:24) dibagi menjadi 4 tahap antara lain:
1.      Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)
Pada tahap sensorimotor, anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan. Karakteristik tahap ini merupakan gerakan – gerakan akibat suatu reaksi langsung dari rangsangan. Anak mengatur alamnya dengan indera(sensori) dan tindakan-tindakannya(motor), anak belum mempunyai kesadaran – kesadaran adanya konsepsi yang tetap.
Contohnya: Diatas ranjang seorang bayi diletakkan mainan yang akan berbunyi bila talinya dipegang. Suatu saat, ia main-main dan menarik tali itu. Ia mendengar bunyi yang bagus dan ia senang. Maka ia akan mencoba menarik-narik tali itu agar muncul bunyi menarik yang sama.
2.      Tahap persiapan operasional (2 – 7 tahun)
Operasi adalah suatu proses berpikir logis, dan merupakan aktifitas mental bukan aktifitas sensorimotor. Pada tahap ini anak belum mampu melaksanakan operasi – operasi mental. Unsur yang menonjol dalam tahap ini adalah mulai digunakannya bahasa simbolis, yang berupa gambaran dan bahasa ucapan. Dengan menggunakan bahasa, inteligensi anak semakin maju dan memacu perkembangan pemikiran anak karena ia sudah dapat menggambarkan sesuatu dengan bentuk yang lain.
Contohnya: anak bermain pasar-pasaran dengan uang dari daun. Kemudian dalam penggunaan bahasa , anak menirukan apa saja yang baru ia dengar. Ia menirukan orang lain tanpa sadar. Hal ini dibuat untuk kesenangannya sendiri. Tampaknya ada unsur latihan disini, yaitu suatu pengulangan untuk semakin memperlancar kemampuan berbicara meskipun tanpa disadari.
3.  Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dinyatakan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada peristiwa – peristiwa yang langsung dialami. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang – barang yang konkret, belum bersifat abstrak maupun hipotesis.
Misalnya suatu gelas diisi air. Selanjutnya dimasukkan uang logam sehingga permukaan air naik. Anak pada tahap operasi konkreat dapat mengetahui bahwa volume air tetap sama. Pada tahap sebelumnya, anak masih mengira bahwa volume air setelah dimasukkan logam menjadi bertambah.         A                  B
          Gambar. 1

4.      Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Pada tahap ini anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung.
           Menurut Piaget (Paul Suparno, 2001:104) paling sedikit ada empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak, yaitu:
1.      Perkembangan organik dan kematangan system saraf.
Unsur biologis cukup jelas mempunyai pengaruh dalam perkembangan inteligensi seseorang. Kematangan fisik seseorang juga mempunyai pengaruh pada perkembangan inteligensinya. Misalnya: Pada saat anak belum dapat berjalan, sehingga anak tersebut akan sulit dan terbatas dalam berkontak dengan alamsekitar. Sehingga pemikirannya dan skema yang ia miliki belum banyak berkembang.
2.      Peran latihan dan pengalaman
Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikiran atau inteligensinya. Seorang anak yang sudah mulai dapat berpikir deduktif dan abstrak perlu mengembangkan diri dengan pengalaman – pengalaman dalam menggunakan pemikirannya. Piaget membedakan dua macam pengalaman, yaitu:
a.       Pengalaman fisis, terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang dihadapi untuk mengabstraksi sifat – sifatnya.contohnya: pengalaman melihat dan mengamati anjing akan membantu mengabstraksi sifat – sifat anjing yang pada tahap selanjutnya membantu pemikiran orang itu tentang anjing.
b.      Pengalaman matematis-logis, terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat tindakan – tindakan terhadap objek itu. Contohnya: pengalaman menjumlahkan atau mengurangkan benda akan membantu pemikiran anak akan operasi benda itu.
3.      Interaksi sosial dan transmisi.
Dengan interaksi ini, seorang anak dapat membandingkan pemikiran dan pengetahuan yang telah dibentuknya dengan pemikiran dan pengetahuan orang lain. Ia tertantang untuk semakin memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya sendiri. Dalam interaksi sosial dan transmisi, pengetahuan itu datang dari orang lain baik itu dari orangtuanya maupun masyarakat sekitarnya. Namun, menurut Piaget meskipun interaksi sosial itu sangat penting dalam pengembangan pemikiran seseorang, tindakan interaksi sosial itu tidaklah efektif bila tidak ada tindakan aktif dari anak sendiri. Pemikiran dan pengetahuan anak kurang berkembang pesat apabila anak itu sendiri tidak secara aktif mengolah, mencerna, dan mengambil makna.
4.      Ekuilibrasi (kesetimbangan).
Ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali kesetimbangan selama periode ketidaksetimbangan melalui asimilasi dan akomodasi. . Ekuilibrasi ini sering juga disebut dengan motivasi dasar seseorang yang memungkinnya selalu berusaha memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya.
Menurut Piaget (Hudojo, 1979:82), struktur kognitif terbentuk karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah menyaring atau mendapatkan pengalaman – pengalaman baru ke dalam skema.
 Misalnya seorang anak mempunyai konsep mengenai “lembu”. Dalam pemikiran anak itu, ada skema “lembu”. Mungkin skema anak itu menyatakan bahwa lembu itu binatang yang berkaki empat. Berwarna putih dan makan rumput.
Dimana pengertian Skema yaitu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungannya.
Misalnya Skema yang terjadi pada anak tersebut pertama kali melihat lembu tetangganya yang memang berwarna putih, berkaki empat, dan makan rumput. Suatu saat, anak itu bertemu dengan dengan bermacam-macam lembu yang lain, yang warnanya lain, dan tidak sedang makan rumput, tetapi sedang menarik gerobak. Berhadapan dengan pengalaman yang lain tersebut, anak memperkembangkan skema awalnya. Skemanya menjadi: lembu itu binatang berkaki empat, ada berwarna putih atau kelabu, makanannya rumput dan dapat menarik gerobak. Jelas bahwa skema lembu anak itu menjadi bertambah lengkap. Skema awalnya tidak hanya tetap dipakai, tetapi juga dikembangakan dan dilengkapi.
Akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali pengalaman –pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada atau bahkan membentuk pengalaman yang benar – benar baru.
Contohnya: seorang siswa telah memahami bahwa himpunan bilangan itu tetap saja sama, walaupun urutannya diubah. Kemudian siswa tersebut mengalami pengalaman baru tentang adanya bilangan kardinal dan ordinal, bulat dan pecahan. Walaupun ada tambah pengetahuan baru, struktur kognitifnya tetap yang ada tetap saja ada dan tidak berubah, artinya bahwa sifat bilangan itu tetap sama walaupun pengaturannya diubah. Dapat digambarkan sebagai berikut:


 
                                           Gambar 2



D. Penerapan Teori Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika
            Penerapan dari empat tahap perkembangan intelektual anak yang dikemukakan oleh Piaget, adalah sebagai berikut:
1.      Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Untuk mengembangkan kemampuan matematika anak di tahap ini, kemampuan anak mungkin ditingkatkan jika dia cukup diperbolehkan untuk bertindak terhadap lingkungan. Anak – anak pada tahap sensorimotor memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung. Misalnya: Orang tua dapat membantu anak- anak mereka menghitung dengan jari, mainan dan permen. Sehingga anak dapat menghitung benda yang dia miliki dan mengingat apabila ada benda yang  ia punya hilang.
2.      Tahap persiapan operasional ( 2 -7 tahun)
Piaget membagi perkembangan kognitif tahap persiapan operasional dalam dua bagian:
a.       Umur 2 – 4 tahun
Pada umur 2 tahun, seorang anak mulai dapat menggunakan symbol atau tanda untuk mempresentasikan suatu benda yang tidak tampak dihadapannya. Penggunaan symbol itu tampak dalam 4 gejala berikut:
1)      Imitasi tidak langsung
Menurut Wadsworth (dalam Paul Suparno, 2001:51), Anak mulai dapat menggambarkan suatu hal yang sebelumnya dapat dilihat, yang sekarang sudah tidak ada. Dengan kata lain, ia mulai dapat membuat imitasi yang tidak langsung dari bendanya sendiri.
Contohnya:  Bola sesungguhnya dalam bentuk bola plastik.
2)      Permainan simbolis
Dalam permainan simbolis, seringkali terlihat bahwa seorang anak berbicara sendirian dengan mainannya. Misalnya: Jika si anak merasa senang dengan bola, maka ia akan bermain bola – bolaan. Menurut Piaget, permainan tersebut merupakan ungkapan diri anak dalam menghadapi masalah, suasana hati, ketakutan dan lain – lain
3)      Menggambar
Menggambar pada tahap pra operasional merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur permainan simbolisnya terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Unsur gambaran mentalnya terletak pada usaha anak untuk mulai meniru sesuatu yang real.
4)      Gambaran mental
Gambaran mental adalah penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Pada tahap ini, anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam menggambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati. Contoh: deretan 5 kelereng berwarna coklat dan hitam sebagai berikut:



















 
Gambar.3
Dari gambar tersebut anak masih beranggapan bahwa kelereng coklat lebih banyak daripada kelereng hitam karena jarak kelereng coklat lebih besar daripada kelereng hitam. Apabila jarak kelereng hitam dan coklat disamakan maka anak mengatakan bahwa jumlah kelereng sama.
b.      Umur 4 – 7 tahun (pemikiran intuitif)
Pada umur 4 – 7 tahun, pemikiran anak semakin berkembang pesat. Tetapi perkembangan itu belum penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran atau penalaran yang tidak logis. Contoh: Terdapat 20 kelereng, 16 berwarna merah dan 4 putih diperlihatkan kepada seorang anak dengan pertanyaan berikut: “Manakah yang lebih banyak kelereng merah ataukah kelereng-kelereng itu?”
A usia 5 tahun menjawab: “lebih banyak kelereng merah.”
B usia 7 tahun menjawab: “Kelereng kelereng lebih banyak daripada kelereng yang berwarna merah.” Tampak bahwa A tidak mengerti pertanyaan yang diajukan, sedangkan B mampu menghimpun kelereng merah dan putih menjadi suatu himpunan kelereng atau dapat disimpulkan bahwa anak masih sulit untuk menggabungkan pemikiran keseluruhan dengan pemikiran bagiannya. Contoh lain, seorang anak dihadapkan dengan pertanyaan: “Manakah yang lebih berat 1 Kg kapas atau 1 Kg besi?”. Anak tersebut pasti menjawab 1 Kg besi tanpa berpikir terlebih dahulu.  
3.      Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturan – aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret ditandai dengan adanya system operasi berdasarkan apa- apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih mempunyai kesulitan untuk menyelesaikan persoalan yang mempunyai banyak variabel. ya. Misalnya, bila suatu benda A dikembangkan dengan cara tertentu menjadi benda B, dapat juga dibuat bahwa benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A. Dalam matematika, diterapkan dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-), urutan (<), dan persamaan (=).
 Contohnya, 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5
Pada umur 8 tahun, anak sudah memahami konsep penjumlahanyang sterusnya berlanjut pada perkalian. Misalnya guru memberikan soal kepada siswa mengenai perkalian.
Guru: “Berapa 8 × 4, Dony?”
Dony: “ 32 Pak!”
Pada umur 9 tahun, penalaran anak masih cenderung tidak dapat menghubungkan suatu rangkaian atau gagasan yang terpisah dalam suatu keseluruhan yang masih kurang jelas.
Contohnya dalam menyelesaikan persoalan berikut:
Rambut Tina (T) kurang gelap daripada rambut Sinta (S).
Rambut Tina (Ts) lebih gelap daripada rambut Lily (L).
Rambut siapa yang lebih gelap?
4.      Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak bila dihadapkan kepada suatu masalah dan ia dapat mengisolasi untuk sampai kepada penyelesaian masalah tersebut. Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat tidak hanya terikat pada hal yang sudah dialami.
Contoh: Seorang anak mengamati topi ayahnya yang berbentuk kerucut. Ia ingin mengetahui volum dari topi ayahnya tersebut. Lalu ia mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi kerucut 30 cm dengan jari – jari 21 cm.

                  t


 
           
                              Gambar.4
            Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu memberikan konsep kepada siswa mengenai bangun ruang(volum limas).
Volum limas = ⅓(luas alas)(tinggi limas)
                     = ⅓ × ะป × r­² × t²
                     = ⅓ × 3,14 × 7² cm² × 3 cm
                     = 154 cm³




Piaget tersebut dapat diimplementasikan pada proses pembelajaran disekolah sesuai dengan teori perkembangannya itu sendiri. Implementasi pada pembelajaran matematika yang akan diterakan berikut hanya merupakan bentuk sebagian saja sebagai contoh yang cocok untuk pengetahuan dan pengembangan terhadap materi pembelajaran itu sendiri. Tentu yang terpenting adalah kesesuaian dengan pemilihan model, pendekatan serta metode dalam pembelajaran terhadap materi ajar.
Berikut contoh pembelajaran berdasar pada teori Piaget sesuai tahap perkembangan kognitif anak usia sekolah;
Pokok Bahasan           : Bangun Ruang.
Sub Pokoh Bahasan    :     1.   Kubus.
  1. Balok.
  2. Tabung.
  3. Prisma.
  4. Limas.
  5. Kerucut.
  6. Bola.
Pembelajaran di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK).
-          Anak-anak baru hanya diperkenalkan dengan bentuk
-          Pembahasan hanya terbatas pada sub pokok bahasan yang terlihat kontekstual
-          Materi kubus cukup pada bentuknya, contoh aplikasi sekitar, serta warna jika ada.
-          Demikian untuk balok, bola dan yang lainnya dengan konsekuensi siswa mengetahui nama dan bentuknya saja.
Penjelasan;
Anak usia Taman Kanak-Kanak masuk kategori pra operasional pada perkembangan teori Piaget. Jadi anak-anak hanya mampu melihat gambar dan tidak berbentuk penalaran atas pengalamannya sendiri.
Pembelajaran ditingkat Sekolah Dasar (SD).
-          Anak sudah mulai di perkenalkan dengan pendalaman bentuk bangun yang dia ketahui tersebut.
-          Pengelompokan bangun juga mulai hanya diperkenalkan, bahwa kubus, balok dan yang lainnya termasuk bangun ruang.
-          Anak-anak juga berkontekstual dengan bangun-bangun tersebut sehingga ada pemahamannya tentang apa-apa saja yang terdapat pada bangun itu. Seperti kubus, tentu memiliki panjang, lebar dan juga tinggi.
-          Keterhubungan unsur yang dimiliki belum dijelaskan
-          Melanjutkan pembelajaran dikelas-kelas berikutnya sampai pada operasi-operasi sederhana yang terdapat pada bangun itu.
Penjelasan;
Sesuai kurikulum pembelajaran tematik bangun ruang ini baru diperkenalkan dikelas II SD, itu artinya pembelajaran-pembelajaran sebelumnya tentu masih mengacu pada pra operasional. Dan pada pembelajaran selanjutnya di SD ini sudah memasuki tahap Operasi Kongkret sesuai teori perkembangan kognitif Piaget.
Pembelajaran ditingkat Sekolah Menengah (SMP dan SMU).
-          Anak diajarkan mengetahui bentuk, struktur, dan isi dari bangun-bangun ruang yang ada.
-          Tiap-tiap bangun ruang itu anak-anak diminta mengetahui cara menghitung luas sisi, volume serta bentuk permukaan dengan mengetahui bukaan dari bangun tersebut.
-          Aplikasi dengan dunia nyata juga penting dilakukan sebanagi aplikasi materi yang diajarkan.
-          Khusus dijenjang SMU hanya diperdalam dengan mengkaji unsur-unsur yang terdapat pada bangun ruang, disamping mengulangnya kembali pembelajaran itu.
-          Pembelajaran di SMU sudah sampai pada tingkat penalaran oleh pengalaman sendiri.
Penjelasan;
Materi bangun ruang di SMP diajarkan dikelas VII semester 2, itu artinya erat dengan keterstrukturan materi sebelumnya yang menjadi pendukung dalam pembelajaran materi ini. Anak diusia ini sudah masuk pada tingkat operasi formal, sesuai tingkat perkembangan kognitif Piaget.
Pembelajaran di Perguruan Tinggi.
-          Di perguruan tinggi bangun ruang sudah lebih didalami dalam satu mata kuliah geometri
-          Pendalamannya lebih dikaji lagi dalam teori Van Hiele.
Penjelasan;
Materi ini siswa/mahasiswa sudah mengandalkan tahap deduktif, induktif, hipotesis dan logis. Tetapi tahap perkembangannya tetap berada pada operasi formal sesuai tingkat kognitif Piaget.























BAB III
KESIMPULAN
1.      Guru sebagai seorang pendidik bukan hanya mengetahui teori – teori belajar, Tetapi harus mengetahui tahap – tahap perkembangan anak didik sehingga dapat membantu anak didik secara lebih tepat.
2.      Tahap perkembangan intelektual anak dibagi dalam 4 tahap yaitu:
    1. Tahap Sensorimotor (0 – 2 tahun)
    2. Tahap Persiapan Operasional (2 – 7 tahun)
    3. Tahpa Operasi Konkret (7 – 11 tahun)
    4. Tahap Operasi Formal (11 tahun keatas)
3.      Unsur penting dalam perkembangan kognitif yaitu:
a.       Perkembangan organic dan kematangan system seraf
b.      Peran latihan dan pengalaman
c.       Interaksi sosial dan transmisi
d.      Ekuilibrasi (keseimbangan)


           





DAFTAR PUSTAKA

Dkk, Karso. 1993. Dasar – Dasar Pendidikan  MIPA. Jakarta: Depdikbup
Hudojo, Herman. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaanya di depan kelas,  Surabaya : Usaha Nasional
Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud
Nasution. 1999. Kurikulum Dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Ruseffendi. 1995. Pendidikan Matematika . Jakarta : Depdikbud
Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta.
Suparno, Paul,Dr. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Yogyakarta: Kanisius.










LAMPIRAN

 Berita Acara
Seminar Pendidikan Matematika
Hari/Tanggal   : Kamis/29 April 2010
Judul               : Penerapan Teori Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika
Penyaji            : Margaretha Malau
Moderator       : Rick Hunter Simanungkalit
Notulis            : Dores Martogi Batubara

Section I
1.      Edward Parhusip
 Dari penjelasan pada halaman 4, jelaskan hubungan interaksi dan proses   belajar dan mengajar yang berhubungan dengan penalaran deduktif, masalah-masalah!
Jawab:
 Maksud dari penjelasan tersebut adalah penjelasan dari keseluruhan yang sudah diutarakan. Dan dari contoh dapat kita lihat bahwa si anak melakukan suatu hubungan interaksi antara si anak dengan benda yang ada disekitarnya. Untuk penalaran deduktif, si anak tersebut melakukan suatu percobaan dengan membuat beberapa susunan kelereng yang bagaimana pun jumlahnya tetap sama. Sehingga masalah yang ia temukan selama interaksinya dengan lingkungan dapt ia selesaikan sendiri sesuai dengan tahap kognitif yang ia punya.
2.      Zeqluin Sihotang
Mengapa tahap perkembangan kognitif tersebut tidak dibuat selama kandungan?
Jawab:
Karena Jean Piaget memang hanya melakukan penelitian dimulai dari tahap sensorimotor ( umur 0 – 2 tahun).
3.      Novian Silitonga
 Apa hubungan antara Perkembangan Organik dan Kematangan Syaraf ?
Jawab:
Jelas sangat berhubungan atau dengan kata lain sangat berkaitan antara perkembangan organic dengan kematangan syaraf. Kematangan fisik seseorang mempunyai pengaruh pada perkembangan inteligensinya. Misalnya pada saat anak belum berkembang anggota tubuhnya(tangan/kaki), anak itu akan sangat sulit untuk mengembangkan tindakan sensorimotor. Namun setelah ia dapat berjalan, pemikirannya akan lebih berkembang karena mendapatkan rangsangan dari lingkungan yang memungkinkan membuat asimilasi atau akomodasi terhadap skema pemikirannya semula.
Section II
1.      Novalina Tarigan
Bagaimana penerapan dalam pengurutan dalam contoh yang anda buat dengan pernyataan bila suatu benda A dikembangkan menjadi benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A?

Jawab:
Pada contoh 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5
Operasi ini selalu mengandung sifat kekalan (konservasi) dan berkaitan dengan system operasi yang lebih menyeluruh. Pada masalah konkreat, benda tidak ada yang sama.
Contoh pengurutan:
1 < 1 + 1 < 1 + 1 + 1 < 1 + 1 + 1 + 1 < 1 + 1 …
1 <   2     <       3        <            4          <   …
Dimana kita misalkan 1 : A
 2 : B
 3 : C
 4 : D
Sehingga :  A < B < C < D
Dan dapat dikembalikan bentuknya menjadi D > C > B > A

2.      Sanoven Sitinjak
 Bagaimana calon guru nanti dalam pembelajaran terhadap anak yang masih  dalam tahap operasi sensori motor dan tahap persiapan operasional?
Jawab:
Pada tahap sensorimotor memang belum merasakan pembelajaran dari seorang guru seperti yang ada pada sekolah-sekolah. Namun yang menjadi Guru si anak pada tahap ini adalah Orang Tua dan lingkungan sekitar anak tersebut bahkan dia sendiri menjadi guru dalam dirinya akibat dari pengalaman yang ia lihat dan ingat.
Pada tahap persiapan operasional kan sudah duduk di bangku Taman Kanak-kanak yang biasanya belajar sambil bermain, jadi guru pada tahap ini pun mulai memberikan informasi atau pengetahuan yang dapat dicerna oleh si anak tersebut.